Rabu, 06 Januari 2016

Kisah Nyata Cerita Dewasa Ini Tentang Permainan Sex Yang Gila

Kisah Nyata Cerita Dewasa Ini Tentang Permainan Sex Yang Gila

Cerita Dewasa Berdasarkan Kisah Nyata


Cerita Dewasa ini adalah Kisah Nyata Cerita Dewasa Ini Tentang Permainan Sex Yang Gila merupakan pengalaman sex yang sangat susah untuk di lupakan. Cerita sex kali ini berdasarkan pengalaman dari pengirim cerita yang tidak mau di sebutkan nama nya , untuk menghormati itu kami menggunakan nama palsu dalam Cerita 17+ kali ini.Untuk itu silahkan langsung di simak cerita nya :

Kami adalah sepasang suami istri yang telah menikah selama hampir 2 tahun dan belum mempunyai anak. Istriku, Lina, berusia 25 tahun, cukup seksi dan manis dengan kulit kuning langsat dan sebuah lesung pipit yang menghiasi pipi kanannya. Lina cukup tinggi untuk ukuran orang Asia, dengan tinggi 168 cm dan berat 48 kg membentuk tubuhnya yang 34C-25-34. Sedangkan aku sendiri bernama Ara, 30 tahun, 185 cm – 80kg. Kulitku sedikit gelap akibat hobi golfku yang sedikit agak kelewatan. Orang bilang tubuhku atletis padahal aku malas berolah raga. Paling hanya golf saja, atau kadang-kadang renang.

Istriku bekerja di salah satu perusahaan multi nasional di Jakarta dan mempunyai karir yang cukup baik, sedangkan aku sendiri lumayan sukses berwiraswasta sebagai kontraktor jalan dan bangunan. Secara ekonomi dapat dikatakan kami berkecukupan, apalagi kami tidak ada tanggungan, baik saudara maupun orangtua. Mungkin itulah yang menyebabkan kami hobi “dugem” setiap malam minggu sekedar untuk melepas lelah pikiran dan kejenuhan hidup di Jakarta.
Namun di malam minggu itu ada sesuatu yang lain yang mengubah hidup kami. Di malam itu, sengaja atau tidak, untuk pertama kalinya istriku berselingkuh di depan mataku. Dan aku membiarkannya. Begini awal ceritanya..
“Ra, ayo dong.. Kok dandannya lama amat?!” Lina, istriku, berteriak dari lantai bawah rumah kami. Aku yang memang sedang mematut diri di depan kaca tersenyum mendengarnya, lalu membalas..
“Iya, sabar sayang, sebentar lagi!”

5 menit kemudian aku turun dan mendapatinya sedang cemberut di sofa ruang tengah kami. Lina tampak sangat “cute” dengan terusan tipis berdada agak terlalu terbuka berwarna merah marun, sedikit di atas lutut dan tanpa lengan. Sepatu hak 7 cm dengan warna senada menambah keserasian dan keseksiannya. Dengan polesan make-up sederhana, ia tampak manis. Sepertinya ia tidak mengenakan bra.
“Let’s go, babe.. Senyum dong. Kan mau seneng-seneng?” demikian aku membujuknya sambil kugamit lengannya yang mulus dan halus.
“Hh.. BT nih nungguin kamu! Cium dulu, kalo nggak aku ngambek..!” Lina memonyongkan bibirnya lucu. Aku tersenyum, dan kucium pipinya lembut.
“Cup! Tuh, udah dicium. Jangan ngambek lagi dong. Yuk, kita berangkat”. Sedikit kutarik lagi lengannya.
“Hei.. Di bibir. Masa di pipi? Dasar deh, nggak romantis!” Lina makin cemberut dan membuang muka, pura-pura ngambek. Maka kupegang dagunya, dan kutolehkan wajahnya ke wajahku, lalu kukecup bibirnya yang tipis itu. Tak dinyana, Lina melakukan “french kiss” yang membuat penisku agak mengeras.
“Hihihi.. Kok jadi sesak gitu, celananya? Payah deh, gitu aja napsu”. Lina cekikikan sambil tangannya mengelus ringan depan celanaku. Penisku jadi makin keras. Tapi cepat kutampik hal itu karena memang kita sudah harus berangkat. Jam sudah menunjukkan pk. 11:30 malam.
“Namanya juga lelaki.. Hehe. Yuk, ah. Udah malem nih, nggak enak nanti ditungguin teman-teman”. Aku menggamitnya sekali lagi dan kali ini Lina menurut. Berangkat juga kami akhirnya.


Setibanya kami di sebuah Nite Club berlantai dua di bilangan Kuningan, waktu telah menunjukkan lewat tengah malam. Langsung saja kami menuju lantai 2 yang menawarkan musik bernuansa pop-jazz yang ringan dan mudah dinikmati. Dari salah satu pojokan, seorang sahabat Lina, Bunga, melambaikan tangannya memanggil kami dan bereriak agak keras, berusaha mengatasi suara hingar-bingar band yang sedang beraksi.
“Yuhuu!! Sini, sini!! Ya amplop.. Malem banget sih kalian?? Kita-kita udah pada mau pulang nih!” Bunga meledek kami sambil pura-pura menenteng tasnya dan berjalan pergi.
“Kalau jam segini udah mau pulang, kenapa loe nggak nonton bioskop aja, Neng? Ati-ati ya di jalan..” demikian sergah Lina. Aku cengar-cengir saja memperhatikan mereka.

Kulihat “gank” kami yang biasa sudah kumpul semua. Pertama ada Bunga dan pacarnya (seorang keturunan Chinese yang cukup ganteng bernama Beno). Mereka masih menunggu restu orang tua untuk menikah karena, maklum, berbeda suku/keturunan. Bunga adalah seorang gadis Sunda yang entah mengapa mirip keturunan indo. Lalu yang sedang menyalakan cerutu kesukaannya adalah sahabat kentalku Hanes dan istrinya yang seorang model, Carol, yang malam itu.. Hmm.. Luar biasa dengan rok mini dari bahan kulit warna coklat tua, yang memperlihatkan hampir seluruh paha mulusnya, dipadukan dengan blouse ketat berlengan 3/4 warna putih dan cukup tipis. Ditambah dengan sepatu hak tingginya membuatku menelan ludah.
“Hi, guys. Sorry kemaleman. Abis gue dandannya lama sih. Takut Carol nggak naksir lagi, nanti. Anyway, Ren, bisa teler gue nyium bau cerutu loe, jeg!”

Aku ngomong sekenanya sambil tertawa. Carol senyam-senyum (GR kali) dan Hanes pura-pura pingsan sambil memeletkan lidahnya, sambil jari tengahnya diacungkan ke arahku.
“Emang nih, genit deh Si Ara.” Lina berkata seakan setuju dengan ekspresi Hanes sambil mencibir ke arahku dan tangan kirinya menjewer telinga kananku keras-keras. Aaww!
Kulihat lagi duduk-duduk santai di sebelah Bunga, sambil merokok, jelalatan dengan jakun yang turun-naik karena memolototi makhluk-makhluk feminin yang berpenampilan “minimalis” alias 2/3 telanjang, dua bujang lapuk kawan-kawanku sejak SMA, Heri dan Eddo. Mereka tidak pernah membawa pasangan kalau lagi di Club.
“Ngapain kita bawa makanan kalau mau ke buffet?” demikian celetuk Eddo suatu waktu yang lalu saat kutanyakan alasannya. Benar juga, pikirku waktu itu. Hehehe.
“Jangan sampai gitu dong, prens.. Nanti bajunya pada lepas semua!” sambil terbahak Beno mendorong Heri agak keras sampai-sampai Eddo yang duduk disebelahnya ikut terdorong. Mata Beno yang agak sipit sampai tinggal segaris.. Eh, dua garis deh.
“Sial, loe, Ben. Minuman gue ampir tumpah! Gue guyur loe, ye!” Eddo mencak-mencak sambil berlagak mau menyiram Beno dengan segelas XO nya yang baru sedikit dicicipi.
“Sini, guyur ke dalam mulut gue. Hehehe.” Beno mangap-mangap persis ikan koki. Kocak sekali wajahnya. Lina dan Bunga sampai tertawa keras sekali. Heri balas mendorong Beno sambil menjitaknya pelan.

Begitulah, kami berdelapan memang sangat akrab satu dengan yang lainnya, jadi memang seru kalau sudah ngumpul semua begini. Rata-rata sudah sekitar 5-10 tahun kami berteman. Ada yang dari SMA seperti aku, Heri dan Eddo, ada yang dari kuliah dan ada yang dari teman sekantor, seperti Bunga dan Lina, dan Hanes & Eddo. Dari pertemanan seperti itulah kami bertemu, merasa sangat cocok satu dengan yang lainnya, dan lalu bersahabat seperti sekarang.
“Gini, gini..” Heri tiba-tiba angkat bicara dengan logat betawinya yang khas.
“Gue ade usul, dijamin seru. Tapi kagak ada yang boleh marah atawa tersinggung. Gimane, broer and sus?” Teman kita yang satu ini memang segudang idenya. Ada yang waras tapi lebih banyak yang aneh bin ajaib alias norak.
“Usul ape loe, Bang? Jangan kayak nyang kemaren ye.. Bikin gue malu abis. Sompret loe!” Eddo nggak mau kalah betawi.

Beberapa minggu yang lalu memang Heri mengajak main “truth or dare” yang mengakibatkan Eddo lari keliling lapangan parkir salah satu restoran di bilangan Kemang dengan hanya bercelana dalam. Kakinya yang kurus dan tanpa bulu itu benar-benar pas buat diteriaki oleh para pengunjung yang lain, “Wow, seksi bener nih.. Tapi kok jenggotan ya??” Hobi temanku yang satu ini memang memelihara jenggot sejak SMA, dan cukup lebat pula.
“Diem dulu loe. Lagian ini buat para cewek-cewek. Loe kan kakinya doang yang wanita, sisanya waria..” sambaran maut Heri yang demikian membuat Eddo mati kutu.
“Jadi..” lanjut Heri, “Setuju nggak?”

Kami saling berpandangan. Aku sendiri agak was-was kalau Heri yang memberi usul, karena biasanya diperlukan keberanian extra untuk “bermain” dengannya.
“Apa dulu idenya?” Lina dan Bunga bicara hampir bersamaan. Sedangkan Carol malah cuek, asik mengepulkan asap berbentuk bulatan-bulatan dari mulutnya. Mulai suka bercerutu ria juga, dia ternyata. Hanes juga agak cuek sambil memeluk pinggang istrinya tersebut dengan mesra sambil menciumi tengkuk Carol yang jenjang. Sialan, pikirku. Si Hanes hoki bener bisa dapet bini kayak bidadari begitu. Aku tahu Lina juga cantik, tapi yah, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau!
“Loe pade lihat itu segerombolan cowok-cowok yang di meja seberang?” Heri menyorongkan dagunya ke arah yang dimaksud.
“Yang dari tadi gue perhatiin pada jelalatan ngeliatin penyanyi cewek yang pantatnya bohai itu.. Lihat kan?” lanjutnya antusias.
“Oh itu. Mau ngapain, Gar? Loe mau suruh bini gue ke sono, terus nabokin satu-satu? Hehehe..” Si

Beno nyerocos nggak jelas. Apa dia mulai mabok? Padahal cuma minum ice lemon tea doang.
“Loe juga.. Diem dulu dong, broer.” Heri mulai agak kesal.
“Gue lihat mereka udah pada horny semua gara-gara ngeliatin pantat cewek penyanyi itu. Tuh, lihat sampe mau megang segala. Ck ck ck..”
Memang kulihat mereka duduk sangat dekat dengan panggung, jadi mungkin saja.
“Let’s play a game. I call it, ‘Seduce or be seduced’ game.” Wah, mulai coro Inggris, Si Heri. Gawat nih, pikirku.
“You go there, pick one or two or more guys, whatever, and then dance with him. Try to seduce him while dancing. If we see and decide that you’re the one who got seduced, then you loose and you must buy all of us here a round of drinks.” Waduh bagus juga Inggrisnya bocah ini ternyata, lho.
“Nyang ber-alkohol, ye!” Yah, jadi betawi lagi dia. Sambil ngomong gitu, dia melirik ke arah Beno yang masih asik dengan ice lemon tea nya sambil nyengir jahat.
“Reseh loe, kunyuk!” Merasa disindir, Beno nyolot.
“Gue lagi mau menjauhi minuman keras nih. Supaya “itu” gue bisa lebih keras. Huahahaha!”
Kami semua sampai kaget denger kerasnya tawa Beno. Orang satu ini memang dulunya jagoan minum, tapi belakangan, entah mengapa kegemarannya itu hilang tiba-tiba. Mungkin mau mengambil hati orang tua Bunga.
“Udah keras banget kok, Yang..” Bunga menggelendot manja di bahu Beno sambil memberikan ekspresi horny.
“Berasaa banget..” katanya lagi. Ya ampun..
“Eh, Gar.. Loe mau jadiin bini gue perek, apa?” kataku sedikit ketus. Sebenarnya aku deg-degan juga kalau-kalau Lina tertarik sama ide gila ini.
“Kalau bini gue digrepe-grepe orang, gue keberatan nih.” kataku lagi. Sebenarnya aku sengaja supaya Lina makin tertantang.

Kukedipkan mataku ke arah Heri, dan langsung dia paham. Dihisapnya rokoknya dalam-dalam tanda mengerti akan maksudku.
“Tenang, Ra. This is just a game. Belum tentu juga ada yang mau sama bini loe.” tandas Heri.
That’s done it. Mata Lina langsung melotot ke arah Heri dan berdiri.
“Eh, denger ya, Bang betawi.. Lelaki yang nggak suka sama gue pastilah hombreng atau buta atau yang masih bayi. Ya nggak, Lin? Rol, Carol.. Jangan nyerutu doang dong dikau.” Lina menyerang membabi-buta. Tercium bau alcohol dari mulut istriku.. Hmm pasti seru nih. Lina akan sangat nekat kalau sudah fly.
“Iya nih, Si Abang. Tega nian kau berkata demikian kepada kawanku yang bohay ini..” Bunga mulai teler juga kayaknya.
“Carol.. Say something, sexy..” sambil ngomong gitu Bunga mengelus-elus paha kiri Carol yang terpampang mulus diseberangnya. Darahku berdesir melihatnya.
“Wah, mulai ada ‘live show’ nih. Asiikk..” Eddo tiba-tiba nimbrung sambil melihat ke arah Bunga dan Carol. Padahal sepertinya dia tadi lagi asik ngobrol sama seorang cewek ABG yang duduk di meja sebelah kami.
“Iihh, Bunga .. Ntar gue basah nih loe elus-elus gitu..” kata Carol sambil menjilat bibir sexynya dengan gaya horny yang dibuat-buat. Gila, pikirku. Bisa ngaceng berat nih gue.
“Gue rasa semua cowok di sini bakalan horny sama Lina, tapi apakah Linanya berani?? Hmm??

Berani nggak, sayang?” Yah, Bunga malah nambah manas-manasin Lina.
Lina memandang sebentar ke arah Bunga yang langsung asik lagi dengan cerutu dan ciuman-ciuman kecil suaminya di tengkuk dan lehernya. Tanpa berkata apapun, berjalanlah dia menghampiri meja seberang yang penuh cowok-cowok horny. Ada 6 orang jumlahnya. This is one bad combination.. Satu cewek cantik nan seksi setengah mabuk yang merasa ditantang, dan sejumlah cowok-cowok keren yang sudah sangat horny. Very bad.

Setiba di meja seberang, Lina langsung pasang aksi. Aku dan teman-temanku memperhatikannya dengan sedikit tegang. Mula-mula kulihat dia berbicara dengan salah seorang dari mereka sambil bergaya agak genit namun tetap anggun. Tak berapa lama kemudian, turunlah mereka ke lantai dansa sambil bergandengan tangan. Lelaki itu berpostur sedikit lebih pendek dariku, tapi sangat atletis. I think he’s a gym rat. Kekar sekali, mungkin ada keturunan Arabnya.
“Damn, beneran Si Lina. Are you OK, buddy?” Hanes bertanya setengah berbisik kepadaku.
“Fine. Gue mau lihat ini arahnya kemana. Tenang aja dulu, man.” Ujarku ke Hanes.
“Wah, mulai ngegrepe tuh orang.” Tangan lelaki itu kuperhatikan mulai mengelus lengan atas istriku yang terbuka. Terus dielus-elusnya, lalu mulai turun ke pinggang dan berhenti di sana.

Saat dipegang pinggangnya, Lina berjoget dengan seksi sambil mengangkat kedua lengannya sambil meliuk-liukan pinggulnya mengikuti irama musik pop-jazz. Liukan pinggulnya yang seksi, ditambah dengan ekspresi wajahnya, sungguh dapat membuat lelaki manapun terangsang. Lalu wajahnya sedikit didekatkan ke wajah Si lelaki sambil tersenyum kecil. Jemari kirinya mengelus wajah lelaki itu yang tampak macho dengan brewok tipisnya. Diperlakukan demikian, Si lelaki mulai berani, lalu tangan kanannya bergerak pelan ke arah pantat istriku yang padat seksi itu. Mulai dielusnya pelan pantat istriku, dan air mukanya sedikit berubah karena didapatinya istriku memakai G-string.
Kulihat ia berbisik sesuatu kepada istriku, lalu istriku tertawa menengadah sambil tangannya perlahan turun merangkul leher lelaki tersebut. Terlihat begitu mesranya, sehingga bagi orang-orang yang tidak tahu pasti mengira mereka adalah pasangan yang sedang jatuh cinta. Istriku lalu balas berbisik kepadanya, dan.. Hei! Lelaki itu mendekap pantat istriku dengan kuat sehingga dari pinggang ke bawah tubuh mereka menempel erat.
Keduanya lalu bergoyang erotis sambil meliuk-liukan pinggul mereka. Lina, istriku yang cantik, tampak semakin seksi dengan gerakan-gerakan itu. Kulihat semua teman-temanku menelan ludah, baik yang pria maupun yang wanita. Termasuk Carol, yang sudah hilang konsentrasi pada cerutunya itu.

“Gila, gue jadi horny ngeliat bini lu sama tuh cowok.” begitu celetuk Bunga . Kuperhatikan wajahnya memerah dan dadanya naik turun. Mungkin benar, napsunya naik. Kuakui, aku pun demikian.
“Iya nih. Hebat! Gue akuin deh bini lu, broer!” jakun Heri naik-turun. Aku tersenyum saja sambil pura-pura tidak begitu peduli dan menyalakan rokokku. Entah yang keberapa batang.
Gerakan yang memutar itu kemudian berganti. Lina dengan antusias tampak menggosok-gosokkan selangkangannya ke selangkangan lelaki itu, naik-turun, sambil merangkul erat lehernya. Sang lelaki tak mau kalah, mulai menciumi leher mulus istriku perlahan dari atas sampai ke dekat belahan dadanya yang montok, dan sebaliknya..
Begitu terus beberapa saat. Jelas terlihat dari wajah mereka bahwa birahi keduanya sudah memuncak. Tangan kanan Lina terlihat turun ke pantat Si lelaki dan meremas-remasnya kuat. Begitu pula tangan lelaki itu menyengkram erat kedua bongkah padat pantat istriku yang masih bergerak naik turun, perlahan namun pasti.

Makin lama kulihat gerakan Lina makin kuat dan sedikit dipercepat. Wajahnya pun berubah jadi lebih liar dan agak memerah. Dadanya yang padat membusung makin dibusungkan dengan tengadahnya kepalanya ke belakang. Remasan pada pantat lelaki itu makin kuat dan sekarang ia menghisap jari tengah kirinya sendiri. Lina bergerak makin cepat, makin mantap.. Kepalanya semakin jauh terlempar ke belakang.. Hisapan pada jarinya semakin kuat.. Cengkraman pada pantatnya semakin menjadi-jadi.. Dan.. Tiba-tiba pinggulnya berhenti bergerak naik-turun. Terlihat pantat dan selangkangannya berkedutan diatas selangkangan lelaki itu, sambil bibirnya dengan liar mengulum bibir lelaki tersebut yang terlihat agak shock dengan itu semua. Lalu dengan perlahan cengkraman mereka mengendur, namun masih berciuman panjang dan mesra.
Lina, istriku yang sangat kucintai, milikku seorang, mencapai orgasme dengan lelaki lain di lantai dansa sebuah Nite Club dengan disaksikan oleh setidaknya 12 orang. Lima di meja seberang, dan tujuh di meja kami. Hatiku terasa sangat kacau, antara kaget, bingung dan napsu bercampur menjadi satu.

Kuperhatikan Lina berbisik lagi kepada lelaki itu, Si lelaki mengangguk, tersenyum, mencium pipinya. Istriku lalu kembali berjalan pelan ke arah kami. Tanpa berkata apapun ia lalu duduk bersebrangan denganku tepat di samping Bunga, lalu meletakan kepalanya di bahu gadis itu sambil menyender di sofa panjang tempat duduknya. Tak berapa lama, ia tertidur.
Tak ada satupun dari teman-temanku yang berani memandangku, kecuali Carol yang memandangku dengan dingin sekali namun menyelidik. Aku tidak tahu apa arti pandangannya itu. Yang jelas, aku mencoba sekuat tenaga seakan tak tahu apa yang terjadi barusan, walaupun cukup jelas terlihat ada noda basah di gaun Lina, tepat didepan selangkangannya.
“Lin, tolong dong bangunin Lina. Kasihan dia kayaknya capek banget. Kita duluan ya!” begitu rokokku selesai kuhisap, kuminta Bunga untuk membangunkan Lina, memberinya minum segelas air putih dingin, dan aku menggandengnya pulang setelah say goodbye pada kawan-kawanku. Tak sepatah katapun keluar dari mulut istriku.

“Are you OK, babe?” tanyaku pada Lina, tanpa menoleh, dalam perjalanan pulang kami di dalam mobil.
Mobil ini adalah sebuah BMW seri 5 terbaru yang merupakan hasil kerja kerasku sendiri. This car is a testament to my success, and I’m so proud of it.
“No.” ujarnya lirih. Lho, ternyata ada air mata di kedua pipinya.
“Maafin aku, sayang.. Aku keterlaluan..” tangisnya mulai keras dan terisak-isak.
“That was very wrong, I was so drunk and I am so sorry it happened.” dengan terbata-bata istriku berkata.
“It’s fine, babe. Aku sekarang hanya mau dengar dari kamu sendiri, dengan detail, apa yang terjadi tadi di sana?” kupertegas suaraku.
“I want you to be honest with me, and I will forget it all”.
Lina menunduk sambil masih terisak pelan. Diam seribu bahasa. Sampai akhirnya kami tiba di rumah. Kutekan klakson mobilku pendek-pendek dua kali, dan beberapa detik kemudian pembantu rumah tangga kami terlihat tergopoh-gopoh keluar sambil masih mengantuk. Kulirik jam di mobilku. Pk 2:52 dini hari, nggak heran kalau dia ngantuk.

Setibanya di kamar tidur, kubuka pakaianku satu persatu, lalu masuk ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Lina menyusul tak lama kemudian, pada saat aku sedang menyabuni tubuhku. Penisku terasa menegang melihat tubuh telanjang istriku sambil masih terbayang permainannya tadi di Club.
Aku terbayang betapa erotisnya mereka bergoyang dan betapa air maniku juga hampir menyembur tatkala Lina mencapai orgasme. Hentakan dan kedutan pinggulnya yang liar saat dia mencapai puncak birahinya terus menari-nari di kepalaku membuatku tak sadar mengelus sendiri penisku yang 22 cm sudah sangat tegang.
Lina terperangah melihat ulahku itu. Lalu dia mulai mengerti dan tersenyum penuh arti. Dia mendekatiku dan melekatkan payudara montoknya ke punggungku.
“So, that was a turn-on for you, eh?” sambil berkata begitu tangannya mengusap pundakku, terus turun ke lenganku dan bergerak ke arah selangkanganku.

Sampai di sana, tangannya mengambil alih kegiatan tanganku yang sedang mengelus penisku turun naik. Merinding aku dibuatnya, pinggulku sedikit tersentak, dan napasku jadi tertahan. Kepala penisku yang keunguan dan sudah mengeluarkan “pre-cum”nya jadi semakin licin dan nikmat terasa dengan adanya sabun yang dibalurkan istriku.
“Kalau digituin terus, aku bakalan keluar, sayang.” kataku setengah berbisik.
“Kamu seksi sekali tadi. Did you cum on the dance floor?”
“Ehmm.. What do you think?” Lina terus mengocok pelan penisku. Kurasakan air maniku akan segera menyembur. Aku yakin Lina juga merasakannya.
“Sayang, kontol kamu rasanya udah gede banget dan anget. Are you cumming, baby?” Namun begitu Lina malah makin perlahan mengocoknya, dan genggamannya diperlonggar.

Jarinya tiba-tiba menekan pangkal penisku untuk menahan gelombang air mani yang akan segera meluap. Aku jadi blingsatan dibuatnya.
“Aduh, aku udah hampir sampai tuh, tadi.” Aku protes sambil mencoba mengocok sendiri penisku. Tapi tanganku dipegangnya.
“Eit, kamu nggak boleh ngocok sendiri. Sabar dong, sayang. Let’s finish up and go to bed.” Sambil mengecup bibirku ringan, Lina bergegas mandi dan setelah selesai mengeringkan rambut dan tubuhnya. Ia lalu masuk ke dalam selimut dengan tubuh polos. Aku mengikutinya dengan semangat di sebelah kanannya.

Dengan lembut Lina mengelus penisku yang sudah agak melemah di dalam selimut. Penisku tiba-tiba bangkit kembali dan berdiri dengan tegar. Lina lalu mulai mengocok penisku lagi sambil menghisap dan menjilati puting kiriku. Cairan dari penisku sanaget nikmat dijadikan pelumas oleh istriku. Kurasakan juga kedua biji pelirku dielus dan sedikit diremasnya. Benar-benar gelisah aku dibuatnya.
“Aku bilang sama Adam bahwa dia ganteng, dan aku pingin joget sama dia.” Tanpa ba-bi-bu Lina mulai bercerita. Ternyata lelaki itu bernama Adam.
“Dia OK aja, lalu kugandeng dia turun.” Suaranya mendesah dan setengah berbisik.
Daun telingaku dan leherku diciumi dan dijilatinya lembut. Penisku kurasakan makin tegang dan benar-benar mulai membasah.

“Waktu sedang asik-asiknya berjoget, aku ngerasa tangannya kok jadi berani dan mengelus-elus pantatku. Tapi aku diamkan saja, karena kupikir, ‘Let’s play the game’. Terus terang aku jadi horny digitukan.” Demikian cetus Lina sambil jilatannya mulai turun ke dada dan perutku.
Agak geli rasanya saat perutku dijilatnya, tapi tak lama karena lalu kepala penisku jadi sasarannya.
“Aahh..” setengah berteriak aku merasakan kehangatan mulut istriku yang menjilati dan mulai mengulum kepala penisku.
“Masukkan sampai dalam, sayang.. Oohh.. Hisap, sayang.. Eemmhh.. Eemmhh.. Aahh..” aku mulai meracau merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Mendadak Lina melepaskan penisku dari mulutnya, lalu meludahi kepalanya sedikit sambil terus mengocoknya pelan dan berkata.

“Adam membisikiku katanya ‘kamu seksi sekali. Saya suka wanita yang memakai G-string. Very sexy!’ Aku tertawa saja mendengarnya, tapi senang juga dipuji begitu.”
Tangannya membuat gerakan seperti memelintir naik-turun penisku dan menggenggamnya agak keras, membuatku mendelik-delik keenakan.
“Aku bilang juga sama dia, ‘kamu juga macho banget sih, bikin aku horny aja’. Suaraku kubuat seseksi mungkin supaya dia makin berani.”
Setelah berkata begitu, lagi-lagi penisku jadi sasaran hisapan mulutnya dan jilatan lidahnya. Ohh, nikmatnya tidak terkira.
“Terus terang memekku basah sekali waktu itu. Apalagi waktu kita bergerak-gerak memutar. Aku bisa ngerasin kontolnya Adam menekan clit-ku. Aku jadi sadar kalau dia juga pasti merasakan juga clit-ku di kontolnya. It makes me so horny..” Kulihat jari istriku bermain di kelentitnya dalam posisi menungging. Seksi sekali. Bau kewanitaannya mulai menusuk hidungku dan menambah birahiku.
Aku tak tahan lagi, kurengkuh tubuh istriku, dan saat dia masih dalam posisi menungging, kusodokan penisku perlahan ke dalam memeknya. Ahh.. Basah, hangat dan terasa berdenyut lembut. Kukeluar-masukkan dengan mantap penisku sambil kucengkram pinggulnya erat.

“Oohh, baby.. Fuck me.. Fuck me.. Oouughh.. Enak banget sayang..” Lina terengah-engah dalam birahinya yang liar. Pinggulnya bergerak maju-mundur menambah dalam terobosan penisku dengan sangat erotis.. Buah dadanya berguncang-guncang ke depan dan ke belakang membuatku ingin menjamah dan meremasnya. Namun tanganku malah bergerak ke kelentitnya dan mengosok-gosoknya lembut dengan jari tengahku. Hal itu membuatnya makin berkelojotan.
“Shit.. Baby, aku pingin keluar.. Ooughh.. Cepetin kontol kamu, sayang.. Oohh..” Lina benar-benar mendekati puncak birahinya. Saat kepalanya menoleh kearahku, kusambut & kukulum bibirnya dan kuhentikan gerakanku. Tangan kiriku meremas buah dada kirinya dengan gemas.
“Kok stop, sayang? Ayo dong, sayang..” Lina dengan gelisah berusaha memaju-mundurkan pinggulnya, tapi kutahan dengan sekuat tenaga dengan mencengkram pinggulnya. Tapi aku tetap membiarkan penisku di dalam vaginanya. Kuperhatikan ada cairan putih kental di pangkal penisku yang adalah cairan birahi istriku yang sudah membanjir.

“Continue your story atau aku akan berhenti di sini.” Sambil berkata begitu, aku terus mengosok-gosok kelentitnya pelan untuk membuatnya makin bernapsu. Kuremas lembut buah dadanya dan kumainkan pentilnya yang sudah sangat keras. Kurasakan vaginanya berdenyut pelan beberapa kali.
“Waktu sudah beberapa saat kontol menekan memekku, aku tahu kalau aku nggak akan berhenti sampai aku orgasme. Enak sekali soalnya.” Lina melanjutkan ceritanya. Akupun mulai menggoyang pantatku lagi.

“Aku benar-benar nggak peduli lagi siapa yang ngelihat atau apa yang bakalan terjadi nantinya.”
“Lalu aku putuskan untuk benar-benar mendapat orgasme. Ku cengkram pantatnya supaya lebih mantap dan aku bergerak naik-turun karena dengan begitu aku yakin bisa lebih cepat. Dan Adam mengerti yang aku mau kerena kurasakan dia juga menyengkram pantatku dengan erat sehingga gesekannya sangat terasa..” sambil bercerita Lina memaju-mundurkan pinggulnya menyambut kontolku.

Aku lalu mencabut kontolku dan telentang di ranjang. Lina mengerti maksudku dan dengan cepat menaiki tubuhku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah sangat basah. Cairan birahinya terlihat meleleh di paha bagian dalamnya. Tubuhnya yang bergerakn naik-turun-memutar mutar sangat seksi luar biasa dan aku merasa tidak lama lagi akan menyemburkan air maniku di dalam vaginanya. Penisku terasa demikian nikmat di dalam pijatan dan gesekan vagina istriku. Kuremas kedua buah dadanya yang bergelayut manja dan bergoyang kekiri dan kekanan.
“Benar aja, nggak lama kemudian aku ngerasa orgasmeku udah makin dekat dan akupun semakin cepat ingin mencapainya.” Lina melanjutkan ceritanya.
“Oouugghh.. Baby.. I’m cumming.. Oohh, I’m gonna cum.. Yess.. Aagghh..!” Lina berteriak keras saat puncak kenikmatan birahi menyergapnya.
Aku bergerak semakin cepat dan liar. Kuremas pantatnya, dan kusodok-sodokkan penisku dengan cepat ke dalam vaginanya yang berkedutan sangat kuat, berkali-kali.

“Yaahh.. Aagghh.. Oh fuck.. Aku juga mau keluar, sayaang.. Aahh.. Aarrgghh..!! Dengan beberapa kali sodokan kuat dan cepat aku mencapai orgasmeku yang tertunda begitu lama. Tubuhku terasa enteng dan melayang.. Kukeluar-masukkan terus penisku beberapa kali lagi sampai kurasakan tuntas semburan air maniku. Vagina istriku berdenyut-denyut kuat beberapa kali menambah indah orgasme kami.

Lina ambruk di atas tubuhku. Hanya napas terengah kami berdua yang terdengar bersahutan. Tubuh kami terasa licin oleh keringat yang membanjir. Kuelus-elus lembut punggung dan pantat telanjang istriku, sambil kucium kepalanya. Buah dadanya naik-turun seirama dengan napasnya terasa lembut di atas dadaku.

Amat nikmat permainan seks kami kali ini. Mungkin aku akan membuat tantangan-tantangan baru untuk istriku lagi nanti. Hmm.. But it’s a different story!

Bagaimana Dengan Cerita Nya? Menarik Bukan Karena Di Sini Kita Bisa Ikut Merasakan Rasa Nya Melalui Cerita Dewasa Nya Ini.Oleh Karena Ini Jangan Lupa Untuk Di Simak Cerita Hot Lainnya Di Bawah Ini :
Cerita Dewasa Kali Ini Berdasarkan Kisah Nyata Sex Bersama Tante Amei
Share this article now on :

0 komentar:

Posting Komentar