Mereka bukan callgirl. Wanita-wanita cantik yang juga berprofesisebagai model ini, mengencani pria eksekutif untuk mengeruk harta sebanyak mungkin. Triknya, dari’shopping date’ sampai’honeymoon’ cinta ke mancanegara.
Transaksi cinta gadis-gadis callgirl kelas atas ternyata amat beragam. Callgirl yang buka praktek terselubung misalnya, cukup menerima order telepon via GM kemudian dilanjutkan dengan dinner dan setelah itu, transaksi terakhir. Ada juga yang langsung mendatangi tamunya di tempat kencan. Ada juga yang sudah punya pelanggan tetap yang setiap saat bisa mengajak kencan.
Tapi untuk yang satu ini, sedikit berbeda. Mereka bukan callgirl. Mereka lebih suka disebut wanita-wanita highclass. Sebutan itu bisa berarti mereka adalah wanita-wanita yang suka hidup glamour dengan bermodal kecantikan. Caranya, dengan memacari pria-pria berduit.
Di sebuah mal elit, PN di Jakarta Selatan, dua gadis cantik yang di mata saya sudah tak asing, Maria (22) dan Linda (24), ber-jalan digandeng dua pria berpakaian rapi. Kirakira baru pukul 18.00 WIB, jam pulang kantor. Maria dan Linda saya tahu karena beberapa kali saya melihat wajah mereka di sampul media cetak Ibu Kota. Yang membuat saya terperangah, dua pria yang bersama mereka juga saya kenal baik. Saya malah beberapa kali sering bertemu di meja kafe dan ajojing bersama. Mereka adalah Remy (29) dan Jose (31).
Dua pria itu saya tahu cukup beken di kalangan komunitas kafe. Maklum, mereka termasuk eksekutif muda sukses. Remy masuk board of director di PT AR, sebuah holding company yang berkantor di Jl. SD. Sedangkan, Jose sendiri punya usaha di bidang onderdil mobil yang berkantor di Jl.TR, Jakarta Pusat. Yang saya tahu, ia termasuk salah satu pemegang saham.
Untuk beberapa saat lamanya saya memperhatikan dari jauh. Kedua pasangan itu masuk ke counter baju bermerek, kemudian keluar membawa tentengan. Berikutnya, mereka masuk lagi counter jam tangan. Begitu keluar, di tangan Maria dan Linda sudah membawa bungkusan.
Saya mengucap sapa ketika mereka saya temui tengah ber-dinnerdi kafe LN di mal yang sama. LN termasuk kafe elit karena yang datang kebanyakan kalangan eksekutif. Remy dan Jose sedikit terperangah dengan kehadiran saya. Tentu saja, mereka masih ingat saya dengan baik. Saya diperkenalkan dengan pasangan mereka.
Maria dan Linda mereka akui sebagai ‘pacar’. Tebakan saya tidak meleset. Dari situlah, saya akhirnya terlibat pembicaraan akrab. Maria memang seorang model baru yang wajahnya menghiasi beberapa tabloid dan majalah hiburan. Sementara Linda tak jauh beda. Gadis yang sudah membintangi sedikitnya lima sampai enam sinetron itu, di antaranya PDK, SPM dan LDC, tak kalah ramah dibanding Linda. Maria dan Linda memang tipikal orang yang gampang akrab. Dalam pertemuan yang berlangsung tak lebih dari satu jam itu, mereka enak saja mengurai cerita dan membuat saya tak kesulitan berbagi omongan. Sebagai pendatang baru di dunia ‘keartisan’, mereka cukup ramah dan agresif. Remy dan Jose yang sudah tahu saya sebelumnya, ikut larut dalam pem-bicaraan santai dan sesekali derai tawa terlepas pelan.
Setelah pertemuan itu, lima hari kemudian Remy dan Jose bertemu saya di kafe JC, Jakarta Pusat, pada malam Sabtu. Di kafe yang berada di hotel berbintang lima itu, mereka bercerita tentang Maria dan Linda yang mereka akui sebagai pacar. Saya sebenarnya bukan tidak mengenal Maria dan Linda karena gosip yang beredar mereka termasuk gadis-gadis yang suka ‘mlorotin’ pria berduit. Beberapa kali, saya memang melihat mereka makan ditemani pria-pria rapi di restoran mahal. Kalau tidak, mereka minum hot tea dan bercengkrama dengan pria kencanannya di kafe mal. Begitu seterusnya. Namun rupanya, bagi Remy dan Jose, gosip itu tak begitu berarti. Kata Remy, dia tak peduli tujuan dari Maria me-macarinya. “Yang penting bisa happy.Ya nggak?” sergahnya, enteng. Lantaran Remy dan Jose itulah, saya jadi mengenal Maria dan Linda secara detail. Bagaimana mereka mencari pasangan kencan pria berduit sampai kehidupan pribadinya? Setidaknya, selama tiga bulan saya jadi dekat dengan mereka.
M o d u s Operandi.
Dalam masa tiga bulan itulah, akhirnya saya jadi tahu sepak terjang Maria dan Linda sebagai wanita hi-class.Sebelumnya, di kepala saya memang muncul pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Hubungan aktif dengan mereka, lambat laun memang menciptakan suasana yang seolah tanpa batas.
Mereka tak lagi sembunyi-sembunyi atau berusaha tampil dengan topeng. Saya pun sering diundang makan malam di rumahnya. Tentu saja, undangan itu tak saya lewatkan. Jam 21.05 WIB. Ini malam kunjungan saya untuk yang ke sekian kalinya. Di atas karpet tebal di ruang santai, saya mulai mendengarkan cerita kedua gadis yang sama-sama menebar bau harum dari tubuhnya. Pembicaraan malam itu berpusat pada masalah laki-laki. Mungkin karena merasa akrab, mereka tanpa malu-malu bercerita apa adanya.
Laki-laki berduit seperti menjadi kata wajib bagi Maria dan Linda tiap kali mengurai cerita. Maria, yang mengaku anak orang kaya di Surabaya itu bercerita ihwal perjalanan hidup. Mengapa ia sampai ke Jakarta, tak lain lantaran laki-laki juga. Maria akan dijodohkan oleh orang tua, sementara ia telah punya pujaan hati sendiri. Akhirnya, ia nekad kabur bersama lelakinya, Doni (27).
Enam bulan mengarungi hidup di Ibukota, selama itu Maria dan Doni tinggal di sebuah kontrakan layaknya suami-istri. Mariapun hamil. Terjadi cekcok, Maria kabur dan menggugurkan kandungannya. Sampai akhirnya, ia bertemu Linda di salah satu diskotek di Jakarta. Ternyata Linda berprofesi sebagai model. Paling tidak, itulah pengakuan pertama ketika Maria berkenalan dengannya. Dari Linda itulah, ia mulai diperkenalkan dengan dunia model. Postur tubuh seksi dan wajah cantik membawa Maria memasuki dunia baru. Shopping Date Cewek2 Highclass Selama kurang lebih tiga bulan, Maria ditampung Linda di apartemen CM, Jakarta Timur. Keseksian dan kecantikan Maria ternyata membawa berkah. Tak kurang dari enam bulan, wajahnya sudah terpampang di beberapa media cetak. Hampir semua pose seksi dan gemulai. Dari situlah, Maria mulai merambah dunia peran meski belum mendapatkan peran utama. Linda ternyata tidak sekedar model biasa. Ia punya pekerjaan sampingan.
Dan justeru pekerjaan sampingan itulah yang membuat Linda mengeruk duit dalam jumlah besar. Sebagai model dan artis sinetron kelas menengah, wajahnya cukup dikenal. Ditambah dengan pergaulannya dari kafe ke kafe, diskotek ke diskotek membuat Linda familiar. Dan itulah yang dijadikan modal Linda dalam menekuni pekerjaan sampingan, yang tak lain sebagai wanita hi-class. Mariapun akhirnya mengikuti jejak Linda. Dunia sinetron dan model ternyata hanya dijadikan sebagai media belaka, lain tidak. Setelah setahun, Mariamelebarkan sayap dengan menjadi wanita hi-class. Proses menekuni pekerjaan barunya itu tidaklah rumit. Wajah cantik, cukup populer dan ‘gaul’, membuat Maria berjalan mulus menapak jalan. Ditambah luka pahit akibat korban laki-laki yang tak ber-tanggung jawab, makin mengukukuhkan tekad Non. Yang menarik, profesi wanita hi-classyang dilakoni Maria dan Linda boleh dibilang istimewa.
Mereka tidak sekadar callgirl biasa, tapi lebih dari itu, mereka tak mau disebut callgirl. Dalam mencari pasangan cinta, mereka tidak menerima order via telepon atau memakai GM. Tapi, mereka sendiri lah yang mencari dan memutuskan ‘kencan’ dengan siapa. Biasanya, modus operandi mereka dilakukan dengan mendatangi beberapa kafe-pub-klub yang sering menjadi ajang kumpul pria-pria berduit. Di situlah, mereka menjerat pria berduit. Beberapa kali saya menyempatkan diri jalan bareng dengan mereka ke kafe. Dan saya tak menyangka, begitu datang mereka sudah ditunggu pasangan masing-masing. Tapi rupanya, pria milik Maria dan Linda bukan sekedar pria yang berhubungan ala cash & carry. Artinya, mereka Shopping Date Cewek2 Highclass janjian, kemudian terjadi transaksi dan malam itu juga ‘deal’ tuntas. Tidak! Pria-pria yang menjadi kencan Maria maupun Linda, mereka sebut sebagai pacar. Pantas saja, baik Maria maupun Linda, bisa janjian dengan pria yang sama selama satu bulan penuh. “Mas Edo itu orangnya pengertian. Gue habis dibeliin jam Bvlgari dan diajak ke Singapura minggu lalu,” ungkap Maria di sela-sela musik yang membungkus ruangan. Rupanya, yang disebut Maria dengan Mas Edo itu adalah teman kencan tetap.Hampir sebulan, Maria menjalin cinta dengan pria muda yang bekerja di bidang otomotif. Edo ternyata bukan asli Indonesia, tapi keturunan Pakistan-Singapura. Dan selama sebulan, Maria menjadi pasangan tetap Edo.
Entah menghadiri pesta, dinneratau menjamu relasi. Tidak hanya itu, Maria dan Edo sudah seperti sepasang partner. “Minggu depan gue mau diajak ke Hawaii,” ceplos Maria. Begitulah gaya kencan Maria sebagai wanita hi-class.Seperti pada malam Sabtu itu, saya diajak menjumpai dua kencan baru Maria dan Linda. Mereka janjian ketemu di kafe CI, Jl. AA, Jakarta Selatan. Maria sudah tak lagi ‘pacaran’ dengan Edo. Padahal, dalam beberapa kali percakapan, gadis yang memang doyan ngobrol dan selalu berpenampilan seksi itu sudah tak lagi menjalin hubungan dengan Edo. Satu bulan sudah cukup. Dan yang penting, tabungan dan koleksi barang-barang bermerek dan brand-minded sudah tertampung. Dua pria yang ditemui Maria dan Linda malam itu, rata-rata masih muda. Umur-nya berkisar antara 28-32 tahun. Pe-nampilannya rapi dan tampak berkelas. Begitu duduk, saya diperkenalkan sebagai teman dekat pada dua pria itu, sebut saja Rick dan Bram. Saya sempat berpikir, Maria dan Linda akan menemui Remy dan Jose. Tapi rupanya, mereka sudah tak lagi berhubungan. “Cukup sebulan saja. Itu lebih dari cukup,” kilah Linda.
Di meja segera terhidang beberapa botol minuman mahal. Maria sendiri maniak white-wine, sementara Linda tak bisa lepas dari margarita dan BV2. Sementara Rick dan Bram menenggak minuman khas laki-laki, dari Jackdie sampai Cinamon dan beberapa minuman andalan buatan kafe CI. Mereka menghabiskan malam hingga kafe bubar pada pukul 03.00 WIB dini hari. Tak kurang dari Rp. 5 juta habis di meja kafe untuk satu malam. Uang sejumlah itu, enteng saja mereka keluarkan hanya untuk mentraktir di kafe. Setelah itu, Maria dan Linda diantar pulang. “Ini kencan pertama. Baru seminggu lalu kenalan. Baru tahap uji coba,” kilah Linda begitu sampai di rumah. Rupanya, yang dimaksud tahap uji coba itu tak lain bagian dari penjajakan. Pantas tidak pria seperti Rick dan Bram dikencani, dilihat dari penampilan dan tentu saja materi. “Kalau salah tangkap, buang-buang waktu,” canda Maria diikuti derai tawa lepas. Apa yang Maria dan Linda lakukan, mengingatkan saya dengan beberapa escortgirl di karaoke atau pub yang lebih suka menjadi pacar atau simpanan pria-pria berduit dari pada menerima order kencan semalam. Beberapa wanita pen-damping di karaoke yang ada di Jl. M, Jakarta Selatan misalnya banyak yang menjadi ‘pasangan’ resmi beberapa pria ekspat dari Jepang, Korea atau Singapura. Dari sisi materi, jelas lebih menguntungkan.
ShoppingKencan.
Tabir kencan hi-class Maria dan Linda makin terkuak ketika seminggu berikutnya, saya diajak jalan lagi. Hari masih sore, sekitar pukul 17.30 WIB ketika Rick dan Bram memarkir mobil New Ice-nyadi depan pintu rumah Maria dan Linda.
Rick dan Bram tampaknya bukan sembarang pria. Sama seperti Remy dan Jose yang kata orang ‘duitnya tak berseri’, mereka pun termasuk wirausahawan muda sukses. Rick mempunyai usaha dagang di bidang perkayuan, sementara Bram sendiri sukses menggeluti usaha kontraktor. Yang
Sex & City; Jakarta Under Cover : I jelasnya, mereka laki-laki yang punya cita rasa. Entah dalam penampilan maupun lifestylesehari-hari, terutama dalam hal memilih pasangan kencan. Saya sedikit sungkan berada dalam satu mobil dengan mereka. Makanya, saya sengaja jalan duluan menuju pusat mal PN di wilayah Jakarta Selatan, yang memang dikenal segmented untuk kalangan menengah atas. Saya menunggu di kafe NN untuk sekedar menyantap tiramisu dan hangatnya cappuccino. Maria dan Linda bersama pria kencannya tiba selang beberapa menit kemudian. Melalui ponsel Maria mengatakan mau shopping terlebih dahulu.
Dengan ditemani dentingan musikmusik latino, saya menghabiskan waktu menunggu Maria dan Linda shoppingmal mencari-cari barang bermerek. Aha, cukup lama saya menanti dengan setia. Sampai pada gelas ketiga, Maria dan Linda akhirnya muncul juga menapaki tangga lift digandeng Rick dan Bram . Maria dan Linda menenteng beberapa bungkusan. Alamak, saya hanya gelenggeleng kepala. Sedikitnya ada tiga bungkusan yang ditenteng. Masingmasing berisi sepatu merek Versace dan baju koleksi Prada. Mereka bergabung dengan meja saya dan memesan makanan untuk dinner. Malamnya, saya diajak bergabunguntuk menghabiskam malam di kafe OL, Jakarta Pusat. Menikmati sajian live-music sambil makan minum sepuasnya. Ini mungkin agenda yang entah sudah berapa dilakukan Maria dan Linda bersama priaprianya. Bayangan layaknya sepasang kekasih yang tengah memadu cinta, tercipta sudah. Mariadan Linda, masing-masing duduk mesra di pangkuan Rick dan Bram. Sesekali mereka berciuman. Lama sekali. Lalu terbahak dan menenggak minuman untuk ke sekian kali. Derai canda-tawa, pelukan mesra sepasang merpati yang memab buaian kata-kata manis yang menghanyutkan,semua tumpah ruah menjadi satu. Musik yang berdetak, denting gelas yang beradu dan temaram cahaya lampu kafe seperti menjadi saksi bisu. Dari menit ke menit, semua aktifitas itu mewarnai malam.
“Kita mau check-in. Lu mau ikutan nggak? Gue yang tanggung deh?” Suara parau Maria sekonyong-konyong mengagetkan saya. Malam memang telah beranjak pagi. Pukul 03.00 WIB. Saatnya tamu-tamu kafe harus beranjak dari buaian tawa, wanita atau minuman. Semua memabukkan, tanpa terkecuali. Hanya beberapa tamu saja yang tersisa. Sebagian masih asyik mendengarkan lagu penghabisan, sebagian lagi berbenah diri, bersiapsiap untuk angkat kaki. Maria dan Linda bersama pasangan- nya berjalan bergandengan. Tentu saja saya tahu diri. Tak mungkin saya mengikuti kencan mereka. Ya, urusan check-in, so pasti sifatnya private. Kumbang jantan bertemu bunga mekar di dalam kamar, apalagi yang akan terjadi, tentu bisa dibayangkan. Pukul 04.35 WIB saya sedang menikmati sajian makanan lesehan khas Yogyakarta dikawasan Blok M ketika Maria lewat ponsel menghubungi saya. Sekadar bilang terima kasih telah ditemani, selanjutnya saya terlelap dibuai mimpi, seorang diri.
Keesokan harinya, Maria mengajak saya minum hot-tea di kafe BS, Kebayoran Baru. Mengendarai mobil BWM seri 5 warna silver, wajahnya tampak sumringah. Senyum simpul selalu mengembang dari bibirnya yang disepuh lipstik marun. Linda tidak ikut. Teman karib Maria itu sedang luluran di sebuah salon. “Hari Senin, gue diajak Rick ke Belanda. Ada urusan bisnis sekalian plesir,” ungkapnya. Pergi ke luar negeri, berarti uang. Itu sudah pasti akan dikeruk Maria. Tidak hanya tu, aneka barang-barang bermerek dan mahal, sudah pasti akan menambah koleksi terbaru Maria. Begitu cepat kencan itu berbuah uang melimpah. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Di tiap menit kencan, seorang Maria bisa membuat laki-laki seperti Rick bertekuk lutut. Gaya mendekati laki-laki dengan memperlakukannya sebagai ‘pacar’ dalam waktu yang lumayan lama, bisa dua-tiga minggu bahkan sebulan, memberi ‘peluang’ besar bagi Maria atau Linda untuk mengeruk uang. Tidak ada patokan tarif pasti, karena mereka memang bukan ‘gadis order’biasa. Sore itu saya bertemu Maria. Dan dua hari kemudian, Maria menghubungi saya. Tawanya terdengar empuk tiap kali mengurai cerita di telepon. Ia bercerita tentang hari-harinya di Belanda bersama Rick. Tidur di kamar hotel berbintang lima, menikmati hangatnya bath-up dan segala kenikmatan duniawi yang lain. Bahagiakah Maria dan Linda dengan hidup mereka yang serba gemerlap dan selalu tak lepas dari gonti-ganti pria berduit? Minggu ini, Maria mendekap pria lain, sebut saja Denis, tiga minggu berikut-nya dia sudah berada dalam pangkuan dengan Sebastian. Dan rninggurninggu lainnya, dia mendekap Jack, Wil dan seterusnya. Semuanya pria-pria berduit. Bagaimana dengan pria yang berhasil mereka ‘ploroti’ hartanya? Bagi Remy dan Jose, uang sepertinya bukan masalah. Remy misalnya, tak peduli sudah habis lebih dari Rp. 100 juta untuk seorang Maria. Begitu juga dengan Jose. Uang sebanyak itu habis untuk ‘membahagiakan’ wanita kencanannya.
Dari belanja barang-barang mahal,berlibur ke luar negeri dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. “Maria malah minta dibeliin mobil baru. Kalau sekarang masih pacaran dengan saya, pasti di rumahnya sudah ada mobil Mercy baru,” ungkap Remy. Bujangan yang tinggal di apartemen elit di Jakarta Pusat itu, mengaku cukup menikmati hari-hari bersama Maria. Di tengah kesibukannya menjalankan tugasnya sebagai direktur di PT AR, holding company yang berkantor di Jl. TM, dia merasa terhibur dengan kehadiran Maria. Tidak merasa ditipu begitu ditinggalkan? “Bodo amat. Yang penting sudah dapat semua. Hilang satu, ya nyari lagi,” kilahnya, lepas.
Rumah Elit. Sebagai wanita hi-class, Maria dan Linda tampaknya memang bergaya hidup mewah. Itu bisa dilihat rumah beserta isinya yang mereka tempati.
Rumah bernomor 18 itu terletak di Jalan TTD di kawasan Tebet Jakarta Selatan dan terkenal sebagai kawasan kost-kostan, rumah susun, apartemen sampai rumah kontrakan mentereng. Rumah itu berlantai satu, kiranya cukup mewah dengan pagar tinggi dan pintu gerbang tinggi. Sebutan rumah mewah tampaknya cukup pantas. Warna cat rumah serba biru muda. Memasuki halaman depan, terdapat taman mini dengan tanaman yang menghijau dan kolam berisi ikan hias. Sebuah mobil Volvo 960 hitam dan BMW seri 5 warna silverdiparkir di garasi. “Ala, cuek saja. Anggap rumah sendiri,” sergah Maria sambil mengajak saya masuk. Malam baru saja menunjuk pukul 19.00 WIB ketika saya duduk di ruang tamu. Sofa berwarna pink, dengan sorot lampu kristal persis di tengah ruangan. Hiasan dinding dan lukisan wanita dengan pigura berwarna serba keemasan tertata rapi di tubuh tembok. Sebuah aquarium besar dengan ikan Arwana terpampang di sudut ruangan sebelah kanan. Setelah ruang tamu, ada ruangan santai dengan alas karpet tebal dan berbulu. Ruangan itu dibiarkan terbuka dan dilengkapi peralatan elektronik. TV 29 inci, CD Playerdan Iain-lain. “Nggak usah malu-malu. Santai saja, di sini aman kok,” suara Linda yang muncul dari sebuah pintu kamar mengagetkan saya. Rupanya, kamar Linda berada dekat dengan ruangan santai. Dari lantai tangga yang berporselin putih dengan motif bintik-bintik hitam terdengar langkah-langkah Maria. “Kamar aku ada di atas. Mau lihat-lihat nggak?” tawarnya. Saya mengiyakan. Kamar Maria tampak mewah.
Spring-bed dalam ukuran besar dengan bed-cover warna biru matang bergambar bunga. Kamar itu cukup luas, dengan perabotan lengkap. Lemari besar, meja rias, peralatan elektronik sampai alat fitness.Pintu yang menghadap balkon terbuat dari kaca. Begitu terkuak, tampak sebuah garden terrace mini untuk santai. Prototype kamar Maria mengingatkan saya pada kamar-kamar suiteyang ada di hotel. Tapi yang menarik untuk seorang laki laki adalah beberapa foto Maria yang terpampang di dinding bercat serba krem itu. Semua seksi. Malah, dua diantaranya nyaris tanpa busana sehelai benang pun. Saya terkejut untuk sesaat. Foto-foto itu dipajang dalam bungkusan frame besar. Saya terus terang terpesona dengan rumah Maria. Itulah kesan pertama kali ketika saya diundang makan malam. “Makanan sudah siap.” Linda muncul tiba-tiba. Gadis berambut panjang dan punya sex-appeal menantang di bagian bibir itu mengenakan busana santai, sack-dresshitam selutut. Wajahnya dipoles make-uptipis. Satu-satunya yang tampak menonjol adalah warna lipstickmerah di bibir. Maria pamit untuk membersihkan muka dan berganti baju. Saya ditemani Linda menunggu di ruang makan yang letaknya persis di belakang ruang santai. Lagu-lagu hit yang biasa diputar di beberapa kafe top Jakarta segera mengalun. Dari classic disco, Top 40 sampai RnB. Maria menuruni anak tangga dengan mengenakan sandal santai.
Gadis berdada ekstra besar dengan rambut sedikit ikal itu mengenakan terusan hitam, tali satu. Hidangan serba laut dengan sebotol winesiap santap di meja. Malam terantuk di pukul 20.25 WIB ketika saya menyelesaikan dessert berupa pancake,paduan ice-cream,pisang dan keju. Untuk model sekelas Maria dan Linda, rumah dengan peralatan lengkap itu cukup mengherankan saya. Bagaimana tidak? Rumah mewah, perabotan wah dan mobilmobil bermerek. Dari mana mereka mendapatkan uang untuk membeli itu semua? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya penasaran. Kunjungan saya akhirnya berlanjut cukup rutin. Bahkan, saya sering diajak jalan bareng Maria dan Linda. Sekedar jalan ke kafe, mal atau menghadiri acara-acara tertentu. Tak kurang dari dua bulan, saya terlibat akrab dengan Maria dan Linda. “Hidup ini semu.” Begitu kata Maria ketika saya ngobrol di rumah mewahnya. Semua itu disebakan satu hal: dia merasa tak pernah tahu bagaimana kebahagiaan sejati.
Pria yang pernah membuatnya jatuh cinta, telah menelantarkannya dan mem-buat hidupnya tersia-sia. Itu jualah yang membuatnya menjadi sosok yang akhirnya easy going dan enjoy dalam hidup. Dia tak lagi begitu peduli akan kemana dia membawa hidupnya. Ketika berkencan dengan pria pilihannya, dia tampak begitu tegar dan percaya diri. Tapi sebenarnya, dia juga wanita biasa yang butuh kasih sayang dan cinta. Hanya saja, dia tak tahu kapan mesti mengakhiri dunia ‘wanita hi-class’ yang disandangnya. Karena saat ini, ia belum siap meninggalkan gemerlap hidup metropolis yang semua serba berbau materialistik. Uang dan lakilaki! Itulah hari-hari yang dilakoni seorang Maria sampai saat ini. Entah nanti! “Sekarang, nikmati dulu aja yang ada, saya sudah capek mikirin hidup. Happy sajalah,” tukasnya sambil menghirup nafas dalam-dalam. []
Transaksi cinta gadis-gadis callgirl kelas atas ternyata amat beragam. Callgirl yang buka praktek terselubung misalnya, cukup menerima order telepon via GM kemudian dilanjutkan dengan dinner dan setelah itu, transaksi terakhir. Ada juga yang langsung mendatangi tamunya di tempat kencan. Ada juga yang sudah punya pelanggan tetap yang setiap saat bisa mengajak kencan.
Tapi untuk yang satu ini, sedikit berbeda. Mereka bukan callgirl. Mereka lebih suka disebut wanita-wanita highclass. Sebutan itu bisa berarti mereka adalah wanita-wanita yang suka hidup glamour dengan bermodal kecantikan. Caranya, dengan memacari pria-pria berduit.
Di sebuah mal elit, PN di Jakarta Selatan, dua gadis cantik yang di mata saya sudah tak asing, Maria (22) dan Linda (24), ber-jalan digandeng dua pria berpakaian rapi. Kirakira baru pukul 18.00 WIB, jam pulang kantor. Maria dan Linda saya tahu karena beberapa kali saya melihat wajah mereka di sampul media cetak Ibu Kota. Yang membuat saya terperangah, dua pria yang bersama mereka juga saya kenal baik. Saya malah beberapa kali sering bertemu di meja kafe dan ajojing bersama. Mereka adalah Remy (29) dan Jose (31).
Dua pria itu saya tahu cukup beken di kalangan komunitas kafe. Maklum, mereka termasuk eksekutif muda sukses. Remy masuk board of director di PT AR, sebuah holding company yang berkantor di Jl. SD. Sedangkan, Jose sendiri punya usaha di bidang onderdil mobil yang berkantor di Jl.TR, Jakarta Pusat. Yang saya tahu, ia termasuk salah satu pemegang saham.
Untuk beberapa saat lamanya saya memperhatikan dari jauh. Kedua pasangan itu masuk ke counter baju bermerek, kemudian keluar membawa tentengan. Berikutnya, mereka masuk lagi counter jam tangan. Begitu keluar, di tangan Maria dan Linda sudah membawa bungkusan.
Saya mengucap sapa ketika mereka saya temui tengah ber-dinnerdi kafe LN di mal yang sama. LN termasuk kafe elit karena yang datang kebanyakan kalangan eksekutif. Remy dan Jose sedikit terperangah dengan kehadiran saya. Tentu saja, mereka masih ingat saya dengan baik. Saya diperkenalkan dengan pasangan mereka.
Maria dan Linda mereka akui sebagai ‘pacar’. Tebakan saya tidak meleset. Dari situlah, saya akhirnya terlibat pembicaraan akrab. Maria memang seorang model baru yang wajahnya menghiasi beberapa tabloid dan majalah hiburan. Sementara Linda tak jauh beda. Gadis yang sudah membintangi sedikitnya lima sampai enam sinetron itu, di antaranya PDK, SPM dan LDC, tak kalah ramah dibanding Linda. Maria dan Linda memang tipikal orang yang gampang akrab. Dalam pertemuan yang berlangsung tak lebih dari satu jam itu, mereka enak saja mengurai cerita dan membuat saya tak kesulitan berbagi omongan. Sebagai pendatang baru di dunia ‘keartisan’, mereka cukup ramah dan agresif. Remy dan Jose yang sudah tahu saya sebelumnya, ikut larut dalam pem-bicaraan santai dan sesekali derai tawa terlepas pelan.
Setelah pertemuan itu, lima hari kemudian Remy dan Jose bertemu saya di kafe JC, Jakarta Pusat, pada malam Sabtu. Di kafe yang berada di hotel berbintang lima itu, mereka bercerita tentang Maria dan Linda yang mereka akui sebagai pacar. Saya sebenarnya bukan tidak mengenal Maria dan Linda karena gosip yang beredar mereka termasuk gadis-gadis yang suka ‘mlorotin’ pria berduit. Beberapa kali, saya memang melihat mereka makan ditemani pria-pria rapi di restoran mahal. Kalau tidak, mereka minum hot tea dan bercengkrama dengan pria kencanannya di kafe mal. Begitu seterusnya. Namun rupanya, bagi Remy dan Jose, gosip itu tak begitu berarti. Kata Remy, dia tak peduli tujuan dari Maria me-macarinya. “Yang penting bisa happy.Ya nggak?” sergahnya, enteng. Lantaran Remy dan Jose itulah, saya jadi mengenal Maria dan Linda secara detail. Bagaimana mereka mencari pasangan kencan pria berduit sampai kehidupan pribadinya? Setidaknya, selama tiga bulan saya jadi dekat dengan mereka.
M o d u s Operandi.
Dalam masa tiga bulan itulah, akhirnya saya jadi tahu sepak terjang Maria dan Linda sebagai wanita hi-class.Sebelumnya, di kepala saya memang muncul pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Hubungan aktif dengan mereka, lambat laun memang menciptakan suasana yang seolah tanpa batas.
Mereka tak lagi sembunyi-sembunyi atau berusaha tampil dengan topeng. Saya pun sering diundang makan malam di rumahnya. Tentu saja, undangan itu tak saya lewatkan. Jam 21.05 WIB. Ini malam kunjungan saya untuk yang ke sekian kalinya. Di atas karpet tebal di ruang santai, saya mulai mendengarkan cerita kedua gadis yang sama-sama menebar bau harum dari tubuhnya. Pembicaraan malam itu berpusat pada masalah laki-laki. Mungkin karena merasa akrab, mereka tanpa malu-malu bercerita apa adanya.
Laki-laki berduit seperti menjadi kata wajib bagi Maria dan Linda tiap kali mengurai cerita. Maria, yang mengaku anak orang kaya di Surabaya itu bercerita ihwal perjalanan hidup. Mengapa ia sampai ke Jakarta, tak lain lantaran laki-laki juga. Maria akan dijodohkan oleh orang tua, sementara ia telah punya pujaan hati sendiri. Akhirnya, ia nekad kabur bersama lelakinya, Doni (27).
Enam bulan mengarungi hidup di Ibukota, selama itu Maria dan Doni tinggal di sebuah kontrakan layaknya suami-istri. Mariapun hamil. Terjadi cekcok, Maria kabur dan menggugurkan kandungannya. Sampai akhirnya, ia bertemu Linda di salah satu diskotek di Jakarta. Ternyata Linda berprofesi sebagai model. Paling tidak, itulah pengakuan pertama ketika Maria berkenalan dengannya. Dari Linda itulah, ia mulai diperkenalkan dengan dunia model. Postur tubuh seksi dan wajah cantik membawa Maria memasuki dunia baru. Shopping Date Cewek2 Highclass Selama kurang lebih tiga bulan, Maria ditampung Linda di apartemen CM, Jakarta Timur. Keseksian dan kecantikan Maria ternyata membawa berkah. Tak kurang dari enam bulan, wajahnya sudah terpampang di beberapa media cetak. Hampir semua pose seksi dan gemulai. Dari situlah, Maria mulai merambah dunia peran meski belum mendapatkan peran utama. Linda ternyata tidak sekedar model biasa. Ia punya pekerjaan sampingan.
Dan justeru pekerjaan sampingan itulah yang membuat Linda mengeruk duit dalam jumlah besar. Sebagai model dan artis sinetron kelas menengah, wajahnya cukup dikenal. Ditambah dengan pergaulannya dari kafe ke kafe, diskotek ke diskotek membuat Linda familiar. Dan itulah yang dijadikan modal Linda dalam menekuni pekerjaan sampingan, yang tak lain sebagai wanita hi-class. Mariapun akhirnya mengikuti jejak Linda. Dunia sinetron dan model ternyata hanya dijadikan sebagai media belaka, lain tidak. Setelah setahun, Mariamelebarkan sayap dengan menjadi wanita hi-class. Proses menekuni pekerjaan barunya itu tidaklah rumit. Wajah cantik, cukup populer dan ‘gaul’, membuat Maria berjalan mulus menapak jalan. Ditambah luka pahit akibat korban laki-laki yang tak ber-tanggung jawab, makin mengukukuhkan tekad Non. Yang menarik, profesi wanita hi-classyang dilakoni Maria dan Linda boleh dibilang istimewa.
Mereka tidak sekadar callgirl biasa, tapi lebih dari itu, mereka tak mau disebut callgirl. Dalam mencari pasangan cinta, mereka tidak menerima order via telepon atau memakai GM. Tapi, mereka sendiri lah yang mencari dan memutuskan ‘kencan’ dengan siapa. Biasanya, modus operandi mereka dilakukan dengan mendatangi beberapa kafe-pub-klub yang sering menjadi ajang kumpul pria-pria berduit. Di situlah, mereka menjerat pria berduit. Beberapa kali saya menyempatkan diri jalan bareng dengan mereka ke kafe. Dan saya tak menyangka, begitu datang mereka sudah ditunggu pasangan masing-masing. Tapi rupanya, pria milik Maria dan Linda bukan sekedar pria yang berhubungan ala cash & carry. Artinya, mereka Shopping Date Cewek2 Highclass janjian, kemudian terjadi transaksi dan malam itu juga ‘deal’ tuntas. Tidak! Pria-pria yang menjadi kencan Maria maupun Linda, mereka sebut sebagai pacar. Pantas saja, baik Maria maupun Linda, bisa janjian dengan pria yang sama selama satu bulan penuh. “Mas Edo itu orangnya pengertian. Gue habis dibeliin jam Bvlgari dan diajak ke Singapura minggu lalu,” ungkap Maria di sela-sela musik yang membungkus ruangan. Rupanya, yang disebut Maria dengan Mas Edo itu adalah teman kencan tetap.Hampir sebulan, Maria menjalin cinta dengan pria muda yang bekerja di bidang otomotif. Edo ternyata bukan asli Indonesia, tapi keturunan Pakistan-Singapura. Dan selama sebulan, Maria menjadi pasangan tetap Edo.
Entah menghadiri pesta, dinneratau menjamu relasi. Tidak hanya itu, Maria dan Edo sudah seperti sepasang partner. “Minggu depan gue mau diajak ke Hawaii,” ceplos Maria. Begitulah gaya kencan Maria sebagai wanita hi-class.Seperti pada malam Sabtu itu, saya diajak menjumpai dua kencan baru Maria dan Linda. Mereka janjian ketemu di kafe CI, Jl. AA, Jakarta Selatan. Maria sudah tak lagi ‘pacaran’ dengan Edo. Padahal, dalam beberapa kali percakapan, gadis yang memang doyan ngobrol dan selalu berpenampilan seksi itu sudah tak lagi menjalin hubungan dengan Edo. Satu bulan sudah cukup. Dan yang penting, tabungan dan koleksi barang-barang bermerek dan brand-minded sudah tertampung. Dua pria yang ditemui Maria dan Linda malam itu, rata-rata masih muda. Umur-nya berkisar antara 28-32 tahun. Pe-nampilannya rapi dan tampak berkelas. Begitu duduk, saya diperkenalkan sebagai teman dekat pada dua pria itu, sebut saja Rick dan Bram. Saya sempat berpikir, Maria dan Linda akan menemui Remy dan Jose. Tapi rupanya, mereka sudah tak lagi berhubungan. “Cukup sebulan saja. Itu lebih dari cukup,” kilah Linda.
Di meja segera terhidang beberapa botol minuman mahal. Maria sendiri maniak white-wine, sementara Linda tak bisa lepas dari margarita dan BV2. Sementara Rick dan Bram menenggak minuman khas laki-laki, dari Jackdie sampai Cinamon dan beberapa minuman andalan buatan kafe CI. Mereka menghabiskan malam hingga kafe bubar pada pukul 03.00 WIB dini hari. Tak kurang dari Rp. 5 juta habis di meja kafe untuk satu malam. Uang sejumlah itu, enteng saja mereka keluarkan hanya untuk mentraktir di kafe. Setelah itu, Maria dan Linda diantar pulang. “Ini kencan pertama. Baru seminggu lalu kenalan. Baru tahap uji coba,” kilah Linda begitu sampai di rumah. Rupanya, yang dimaksud tahap uji coba itu tak lain bagian dari penjajakan. Pantas tidak pria seperti Rick dan Bram dikencani, dilihat dari penampilan dan tentu saja materi. “Kalau salah tangkap, buang-buang waktu,” canda Maria diikuti derai tawa lepas. Apa yang Maria dan Linda lakukan, mengingatkan saya dengan beberapa escortgirl di karaoke atau pub yang lebih suka menjadi pacar atau simpanan pria-pria berduit dari pada menerima order kencan semalam. Beberapa wanita pen-damping di karaoke yang ada di Jl. M, Jakarta Selatan misalnya banyak yang menjadi ‘pasangan’ resmi beberapa pria ekspat dari Jepang, Korea atau Singapura. Dari sisi materi, jelas lebih menguntungkan.
ShoppingKencan.
Tabir kencan hi-class Maria dan Linda makin terkuak ketika seminggu berikutnya, saya diajak jalan lagi. Hari masih sore, sekitar pukul 17.30 WIB ketika Rick dan Bram memarkir mobil New Ice-nyadi depan pintu rumah Maria dan Linda.
Rick dan Bram tampaknya bukan sembarang pria. Sama seperti Remy dan Jose yang kata orang ‘duitnya tak berseri’, mereka pun termasuk wirausahawan muda sukses. Rick mempunyai usaha dagang di bidang perkayuan, sementara Bram sendiri sukses menggeluti usaha kontraktor. Yang
Sex & City; Jakarta Under Cover : I jelasnya, mereka laki-laki yang punya cita rasa. Entah dalam penampilan maupun lifestylesehari-hari, terutama dalam hal memilih pasangan kencan. Saya sedikit sungkan berada dalam satu mobil dengan mereka. Makanya, saya sengaja jalan duluan menuju pusat mal PN di wilayah Jakarta Selatan, yang memang dikenal segmented untuk kalangan menengah atas. Saya menunggu di kafe NN untuk sekedar menyantap tiramisu dan hangatnya cappuccino. Maria dan Linda bersama pria kencannya tiba selang beberapa menit kemudian. Melalui ponsel Maria mengatakan mau shopping terlebih dahulu.
Dengan ditemani dentingan musikmusik latino, saya menghabiskan waktu menunggu Maria dan Linda shoppingmal mencari-cari barang bermerek. Aha, cukup lama saya menanti dengan setia. Sampai pada gelas ketiga, Maria dan Linda akhirnya muncul juga menapaki tangga lift digandeng Rick dan Bram . Maria dan Linda menenteng beberapa bungkusan. Alamak, saya hanya gelenggeleng kepala. Sedikitnya ada tiga bungkusan yang ditenteng. Masingmasing berisi sepatu merek Versace dan baju koleksi Prada. Mereka bergabung dengan meja saya dan memesan makanan untuk dinner. Malamnya, saya diajak bergabunguntuk menghabiskam malam di kafe OL, Jakarta Pusat. Menikmati sajian live-music sambil makan minum sepuasnya. Ini mungkin agenda yang entah sudah berapa dilakukan Maria dan Linda bersama priaprianya. Bayangan layaknya sepasang kekasih yang tengah memadu cinta, tercipta sudah. Mariadan Linda, masing-masing duduk mesra di pangkuan Rick dan Bram. Sesekali mereka berciuman. Lama sekali. Lalu terbahak dan menenggak minuman untuk ke sekian kali. Derai canda-tawa, pelukan mesra sepasang merpati yang memab buaian kata-kata manis yang menghanyutkan,semua tumpah ruah menjadi satu. Musik yang berdetak, denting gelas yang beradu dan temaram cahaya lampu kafe seperti menjadi saksi bisu. Dari menit ke menit, semua aktifitas itu mewarnai malam.
“Kita mau check-in. Lu mau ikutan nggak? Gue yang tanggung deh?” Suara parau Maria sekonyong-konyong mengagetkan saya. Malam memang telah beranjak pagi. Pukul 03.00 WIB. Saatnya tamu-tamu kafe harus beranjak dari buaian tawa, wanita atau minuman. Semua memabukkan, tanpa terkecuali. Hanya beberapa tamu saja yang tersisa. Sebagian masih asyik mendengarkan lagu penghabisan, sebagian lagi berbenah diri, bersiapsiap untuk angkat kaki. Maria dan Linda bersama pasangan- nya berjalan bergandengan. Tentu saja saya tahu diri. Tak mungkin saya mengikuti kencan mereka. Ya, urusan check-in, so pasti sifatnya private. Kumbang jantan bertemu bunga mekar di dalam kamar, apalagi yang akan terjadi, tentu bisa dibayangkan. Pukul 04.35 WIB saya sedang menikmati sajian makanan lesehan khas Yogyakarta dikawasan Blok M ketika Maria lewat ponsel menghubungi saya. Sekadar bilang terima kasih telah ditemani, selanjutnya saya terlelap dibuai mimpi, seorang diri.
Keesokan harinya, Maria mengajak saya minum hot-tea di kafe BS, Kebayoran Baru. Mengendarai mobil BWM seri 5 warna silver, wajahnya tampak sumringah. Senyum simpul selalu mengembang dari bibirnya yang disepuh lipstik marun. Linda tidak ikut. Teman karib Maria itu sedang luluran di sebuah salon. “Hari Senin, gue diajak Rick ke Belanda. Ada urusan bisnis sekalian plesir,” ungkapnya. Pergi ke luar negeri, berarti uang. Itu sudah pasti akan dikeruk Maria. Tidak hanya tu, aneka barang-barang bermerek dan mahal, sudah pasti akan menambah koleksi terbaru Maria. Begitu cepat kencan itu berbuah uang melimpah. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Di tiap menit kencan, seorang Maria bisa membuat laki-laki seperti Rick bertekuk lutut. Gaya mendekati laki-laki dengan memperlakukannya sebagai ‘pacar’ dalam waktu yang lumayan lama, bisa dua-tiga minggu bahkan sebulan, memberi ‘peluang’ besar bagi Maria atau Linda untuk mengeruk uang. Tidak ada patokan tarif pasti, karena mereka memang bukan ‘gadis order’biasa. Sore itu saya bertemu Maria. Dan dua hari kemudian, Maria menghubungi saya. Tawanya terdengar empuk tiap kali mengurai cerita di telepon. Ia bercerita tentang hari-harinya di Belanda bersama Rick. Tidur di kamar hotel berbintang lima, menikmati hangatnya bath-up dan segala kenikmatan duniawi yang lain. Bahagiakah Maria dan Linda dengan hidup mereka yang serba gemerlap dan selalu tak lepas dari gonti-ganti pria berduit? Minggu ini, Maria mendekap pria lain, sebut saja Denis, tiga minggu berikut-nya dia sudah berada dalam pangkuan dengan Sebastian. Dan rninggurninggu lainnya, dia mendekap Jack, Wil dan seterusnya. Semuanya pria-pria berduit. Bagaimana dengan pria yang berhasil mereka ‘ploroti’ hartanya? Bagi Remy dan Jose, uang sepertinya bukan masalah. Remy misalnya, tak peduli sudah habis lebih dari Rp. 100 juta untuk seorang Maria. Begitu juga dengan Jose. Uang sebanyak itu habis untuk ‘membahagiakan’ wanita kencanannya.
Dari belanja barang-barang mahal,berlibur ke luar negeri dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. “Maria malah minta dibeliin mobil baru. Kalau sekarang masih pacaran dengan saya, pasti di rumahnya sudah ada mobil Mercy baru,” ungkap Remy. Bujangan yang tinggal di apartemen elit di Jakarta Pusat itu, mengaku cukup menikmati hari-hari bersama Maria. Di tengah kesibukannya menjalankan tugasnya sebagai direktur di PT AR, holding company yang berkantor di Jl. TM, dia merasa terhibur dengan kehadiran Maria. Tidak merasa ditipu begitu ditinggalkan? “Bodo amat. Yang penting sudah dapat semua. Hilang satu, ya nyari lagi,” kilahnya, lepas.
Rumah Elit. Sebagai wanita hi-class, Maria dan Linda tampaknya memang bergaya hidup mewah. Itu bisa dilihat rumah beserta isinya yang mereka tempati.
Rumah bernomor 18 itu terletak di Jalan TTD di kawasan Tebet Jakarta Selatan dan terkenal sebagai kawasan kost-kostan, rumah susun, apartemen sampai rumah kontrakan mentereng. Rumah itu berlantai satu, kiranya cukup mewah dengan pagar tinggi dan pintu gerbang tinggi. Sebutan rumah mewah tampaknya cukup pantas. Warna cat rumah serba biru muda. Memasuki halaman depan, terdapat taman mini dengan tanaman yang menghijau dan kolam berisi ikan hias. Sebuah mobil Volvo 960 hitam dan BMW seri 5 warna silverdiparkir di garasi. “Ala, cuek saja. Anggap rumah sendiri,” sergah Maria sambil mengajak saya masuk. Malam baru saja menunjuk pukul 19.00 WIB ketika saya duduk di ruang tamu. Sofa berwarna pink, dengan sorot lampu kristal persis di tengah ruangan. Hiasan dinding dan lukisan wanita dengan pigura berwarna serba keemasan tertata rapi di tubuh tembok. Sebuah aquarium besar dengan ikan Arwana terpampang di sudut ruangan sebelah kanan. Setelah ruang tamu, ada ruangan santai dengan alas karpet tebal dan berbulu. Ruangan itu dibiarkan terbuka dan dilengkapi peralatan elektronik. TV 29 inci, CD Playerdan Iain-lain. “Nggak usah malu-malu. Santai saja, di sini aman kok,” suara Linda yang muncul dari sebuah pintu kamar mengagetkan saya. Rupanya, kamar Linda berada dekat dengan ruangan santai. Dari lantai tangga yang berporselin putih dengan motif bintik-bintik hitam terdengar langkah-langkah Maria. “Kamar aku ada di atas. Mau lihat-lihat nggak?” tawarnya. Saya mengiyakan. Kamar Maria tampak mewah.
Spring-bed dalam ukuran besar dengan bed-cover warna biru matang bergambar bunga. Kamar itu cukup luas, dengan perabotan lengkap. Lemari besar, meja rias, peralatan elektronik sampai alat fitness.Pintu yang menghadap balkon terbuat dari kaca. Begitu terkuak, tampak sebuah garden terrace mini untuk santai. Prototype kamar Maria mengingatkan saya pada kamar-kamar suiteyang ada di hotel. Tapi yang menarik untuk seorang laki laki adalah beberapa foto Maria yang terpampang di dinding bercat serba krem itu. Semua seksi. Malah, dua diantaranya nyaris tanpa busana sehelai benang pun. Saya terkejut untuk sesaat. Foto-foto itu dipajang dalam bungkusan frame besar. Saya terus terang terpesona dengan rumah Maria. Itulah kesan pertama kali ketika saya diundang makan malam. “Makanan sudah siap.” Linda muncul tiba-tiba. Gadis berambut panjang dan punya sex-appeal menantang di bagian bibir itu mengenakan busana santai, sack-dresshitam selutut. Wajahnya dipoles make-uptipis. Satu-satunya yang tampak menonjol adalah warna lipstickmerah di bibir. Maria pamit untuk membersihkan muka dan berganti baju. Saya ditemani Linda menunggu di ruang makan yang letaknya persis di belakang ruang santai. Lagu-lagu hit yang biasa diputar di beberapa kafe top Jakarta segera mengalun. Dari classic disco, Top 40 sampai RnB. Maria menuruni anak tangga dengan mengenakan sandal santai.
Gadis berdada ekstra besar dengan rambut sedikit ikal itu mengenakan terusan hitam, tali satu. Hidangan serba laut dengan sebotol winesiap santap di meja. Malam terantuk di pukul 20.25 WIB ketika saya menyelesaikan dessert berupa pancake,paduan ice-cream,pisang dan keju. Untuk model sekelas Maria dan Linda, rumah dengan peralatan lengkap itu cukup mengherankan saya. Bagaimana tidak? Rumah mewah, perabotan wah dan mobilmobil bermerek. Dari mana mereka mendapatkan uang untuk membeli itu semua? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya penasaran. Kunjungan saya akhirnya berlanjut cukup rutin. Bahkan, saya sering diajak jalan bareng Maria dan Linda. Sekedar jalan ke kafe, mal atau menghadiri acara-acara tertentu. Tak kurang dari dua bulan, saya terlibat akrab dengan Maria dan Linda. “Hidup ini semu.” Begitu kata Maria ketika saya ngobrol di rumah mewahnya. Semua itu disebakan satu hal: dia merasa tak pernah tahu bagaimana kebahagiaan sejati.
Pria yang pernah membuatnya jatuh cinta, telah menelantarkannya dan mem-buat hidupnya tersia-sia. Itu jualah yang membuatnya menjadi sosok yang akhirnya easy going dan enjoy dalam hidup. Dia tak lagi begitu peduli akan kemana dia membawa hidupnya. Ketika berkencan dengan pria pilihannya, dia tampak begitu tegar dan percaya diri. Tapi sebenarnya, dia juga wanita biasa yang butuh kasih sayang dan cinta. Hanya saja, dia tak tahu kapan mesti mengakhiri dunia ‘wanita hi-class’ yang disandangnya. Karena saat ini, ia belum siap meninggalkan gemerlap hidup metropolis yang semua serba berbau materialistik. Uang dan lakilaki! Itulah hari-hari yang dilakoni seorang Maria sampai saat ini. Entah nanti! “Sekarang, nikmati dulu aja yang ada, saya sudah capek mikirin hidup. Happy sajalah,” tukasnya sambil menghirup nafas dalam-dalam. []
___________________________________________________
________________________________________________________
0 komentar:
Posting Komentar